STKIP PGRI JOMBANG ( PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2012 C )

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 27 Maret 2015

TEKS KO-TEKS DAN KONTEKS

Pengertian Teks, Ko-teks, dan Konteks

A.      Teks
Kridalaksana (2011:238) dalam Kamus Linguistiknya menyatakan bahwa teks adalah (1) satuan bahasa terlengkap yang bersifat abstrak, (2) deretan kalimat, kata, dan sebagainya yang membentuk ujaran, (3)  ujaran yang dihasilkan dalam interaksi manusia
Fairclough (1995:4) menyatakan bahwa sebuah teks itu, secara tradisional merupakan bagian dari bahasa tertulis yang secara keseluruhan 'bekerja' seperti puisi atau novel, atau bagian yang relatif diskrit pekerjaan seperti sebuah bab. Kemudian, secara konsepsi yang agak lebih luas dan telah menjadi umum dalam analisis wacana, di mana teks mungkin baik tertulis atau lisan, seperti kata-kata yang digunakan dalam percakapan juga dapat dikatkan sebagai suatu teks.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa teks adalah suatu kesatuan bahasa yang memiliki isi dan bentuk, baik lisan maupun tulisan yang disampaikan oleh seorang pengirim kepada penerima untuk menyampaikan pesan tertentu. Teks tidak hanya berbentuk deratan kalimat-kalimat secara tulis, namun juga dapat berupa ujaran-ujaran atau dalam bentuk lisan.
Adapun kriteria teks sebagai berikut:
1.    Kriteria yang bersifat internal teks:
Ø Kohesi: kesatuan makna
Ø Koherensi: kepaduan kalimat (keterkaitan antarkalimat)
2.    Kriteria yang bersifat eksternal teks:
Ø Intertekstualitas: setiap teks saling berkaitan secara sinkronis atau diakronis.
Ø Intensionalitas: cara-cara atau usaha-usaha untuk menyampaikan maksud atau pesan pembicaraan melalui sikap bicara, intonasi, dan ekspresi wajah. Intensionalitas berkaitan dengan akseptabilitas (penerimaan informasi).
Ø Informativitas: kuantitas dan kualitas informasi.
Ø Situasionalitas: situasi tuturan.

B.       Ko-teks
Dilihat berdasarkan makna dalam Kamus Linguistik (2011:137), ko-teks diartikan sebagai kalimat atau unsur-unsur yang mendahului dan/atau mengikuti sebuah unsur lain dalam wacana. Koteks adalah teks yang mendampingi teks lain dan mempunyai keterkaitan dan kesejajaran dengan teks yang didampinginya. Keberadaan teks yang didampingi itu bisa terletak di depan (mendahului) atau di belakang teks yang mendampingi (mengiringi).
Sebagai contoh pada kalimat “Selamat Datang” dan “Selamat Jalan” yang terdapat di pintu masuk suatu kota, daerah, atau perkampungan. Kedua kalimat di atas memiliki keterkaitan. Kalimat “Selamat Jalan” merupakan ungkapan dari adanya kalimat sebelumnya, yaitu “Selamat Datang”. Kalimat “Selamat Datang” dapat dimaknai secara utuh ketika adanya kalimat sesudahnya, yaitu “Selamat Jalan”. Salah satu teks tersebut berkedudukan sebagai ko-teks (teks penjelas) bagi teks lainnya.
Keberadaan koteks dalam suatu wacana menunjukkan bahwa struktur suatu teks memiliki hubungan dengan teks lainnya. Hal itulah yang membuat suatu wacana menjadi utuh dan lengkap. Ko-teks dapat menjadi alat bantu untuk menganalisis wacana. Dalam wacana yang cukup panjang sering sebuah kalimat harus dicarikan informasi yang jelas pada bagian kata yang lainnya.

C.      Konteks
konteks adalah sebagai situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu.

v Macam-macam konteks
1.    Konteks Situasi
Semua pemakaian bahasa mempunyai konteks. Ciri-ciri ‘tekstual’ memungkinkan wacana menjadi padu bukan hanya antara unsur-unsurnya dalam wacana itu sendiri tetapi juga dengan konteks situasinya.
Halliday & Hasan (1994) mengatakan yang dimaksud dengan konteks situasi adalah lingkungan langsung tempat teks itu benar-benar berfungsi atau dengan kata lain, konteks situasi adalah keseluruhan lingkungan, baik lingkungan tutur (verbal) maupun lingkungan tempat teks itu diproduksi (diucapkan atau ditulis)
Ciri-ciri konteks yang relevan dalam konteks situasi, yaitu:
a)    Pembicara/Penulis (Addressor)
Pembiacara atau penulis adalah seseorang yang memproduksi atau menghasilkan suatu ucapan. Mengetahui si pembicara pada suatu situasi akan memudahkan untuk menginterpretasi pembicaraanya.
b)   Pendengar/pembaca (Addresse)
Pendengar/pembaca adalah seseorang yang menjadi mitra tutur/baca dalam suatu komunikasi atau dapat dikatakan seseorang yang menjadi penerima (recepient) ujaran.
Kepentingan mengetahui si pembicara sama pentingnya dengan mengetahui si pendengar, terhadap siapa ujaran tersebut ditujukan akan memerjelas ujaran itu. Berbeda penerima ujaran, akan berbeda pulalah tafsiran terhadap apa yang didengarnya.
c)    Topik pembicaraan (Topic)
Dengan mengetahui topik pembicaraan, akan mudah bagi seseorang pendengar/pembaca untuk memahami pembicaraan atau tulisan
d)   Saluran (Channel)
Selain partisipan dan topic pembicaraan, saluran juga sangat penting di dalam menginterpretasikan makna ujaran. Saluran yang dimaksud dapat secara lisan atau tulisan.
e)    Kode (Code)
Kode yang dimaksud adalah bahasa, dialek atau gaya bahasa seperti apa yang digunakan di dalam berkomunikasi. Misalnya, jika saluran yang digunakan bahasa lisan, maka kode yang dapat dipilih adalah dialek bahasa. Seseorang yang mengungkaplamn isi hatinya dengan bahasa daerah kepada temannya akan meresa lebih bebas, akrab, dan lain sebagainya dibandingkan dengan mengguankan Bahasa Indonesia.
f)    Bentuk Pesan (Message Form)
Pesan yang disampaikan haruslah tepat, karena bentuk pesan ini bersifat penting. Menyampaikan tentang ilmu pasti misalnya, dengan rumus-rumus tertentu, pastilah berbeda dengan menyampaikan ilmu sejarah atau ilmu bahasa.

g)   Peristiwa (Event)
Peristiwa tutur tentu sangat beragam. Hal ini ditentukan oleh tujuan pembicaraan itu sendiri. Peristiwa tutur seperti wawancara atau dipengadilan akan berbeda dengan peristiwa tutur di pasar.
h)   Tempat dan waktu (Setting)
Keberadaan tempat, waktu, dan hubungan antara keduanya dalam suatu peristiwa komunikasi dapat memberikan makna tertentu. Di mana suatu tuturan itu berlangsung; di pasar, di kantor, dan lainnya. Demikian juga, kapan suatu tuturan itu berlangsung; pagi hari, siang hari, suasana santai, resmi, tegang, dan lainnya.

2.    Konteks Pengetahuan
Schiffirin (2007: 549) mengatakan bahwa teori tindak tutur dan pragmatik memandang konteks dalam istilah pengetahuan, yaitu apa yang mungkin bisa diketahui antara si pembicara dengan mitra tutur dan bagaimana pengetahuan tersebut membimbing/menunjukkan penggunaan bahasa dan interpretasi tuturannya.
Konteks terjadinya suatu percakapan dapat dipilah menjadi empat macam, yaitu:
1)   Konteks linguistik, yaitu kalimat-kalimat di dalam percakapan.
2)   Konteks epistemis, adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh partisipan.
3)   Konteks fisik, meliputi tempat terjadinya percakapan, objek yang disajikan di dalam percakapan dan tindakan para partisipan.
4)   Konteks sosial, yaitu relasi sosio-kultural yang melengkapi hubungan antarpelaku atau partisipan dalam percakapan.
Keempat konteks tersebut memengaruhi kelancaran komunikasi. Oleh karena itu, ciri-ciri konteks harus diidentifikasikan secara cermat, sehingga isi pesan dalam peristiwa komunikasi dapat dipahami dengan benar. Pertama, memertimbangkan pentingnya pemahaman tentang konteks linguistik. Karena dengan itu kita dapat memahami dasar suatu tuturan dalam komunikasi. Tanpa mengetahui struktur bahasa dan wujud pemakaian kalimat tertentu, kita tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Namun pengetahuan tentang struktur bahasa dan wujud pemakaian kalimat saja, kita tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Kemampuan tersebut harus dilengkapi dengan pengetahuan konteks fisiknya, yaitu dimana komunikasi itu terjadi dan apa objek yang dibicarakan. Kemudian, ditambah dengan pengetahuan kontek sosial, yaitu bagaimana hubungan pembicara dengan pendengar dalam lingkungan sosialnya. Terakhir harus memahami hubungan epistemiknya, yaitu pemahaman atau pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh pendengar dan pembicara.

Oleh karena itu, uraian tentang konteks terjadinya suatu percakapan (wacana) menunjukkan bahwa konteks memegang peranan penting dalam memerikan bantuan untuk menafsirkan suatu wacana.


SEMOGA BERMANFAAT
http://laukhilmahfidiyah.blogspot.com/ 

0 komentar:

Posting Komentar

JAM ANALOG

 

Blogger news

Blogroll

About