Pengertian Teks, Ko-teks, dan Konteks
A. Teks
Kridalaksana (2011:238) dalam Kamus Linguistiknya menyatakan
bahwa teks adalah (1) satuan bahasa terlengkap yang bersifat abstrak, (2)
deretan kalimat, kata, dan sebagainya yang membentuk ujaran, (3) ujaran yang dihasilkan dalam interaksi
manusia
Fairclough (1995:4) menyatakan bahwa sebuah teks itu, secara
tradisional merupakan bagian dari bahasa tertulis yang secara keseluruhan
'bekerja' seperti puisi atau novel, atau bagian yang relatif diskrit pekerjaan
seperti sebuah bab. Kemudian, secara konsepsi yang agak lebih luas dan telah
menjadi umum dalam analisis wacana, di mana teks mungkin baik tertulis atau
lisan, seperti kata-kata yang digunakan dalam percakapan juga dapat dikatkan
sebagai suatu teks.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa
teks adalah suatu kesatuan bahasa yang memiliki isi dan bentuk, baik lisan
maupun tulisan yang disampaikan oleh seorang pengirim kepada penerima untuk
menyampaikan pesan tertentu. Teks tidak hanya berbentuk deratan kalimat-kalimat
secara tulis, namun juga dapat berupa ujaran-ujaran atau dalam bentuk lisan.
Adapun kriteria teks sebagai berikut:
1. Kriteria yang
bersifat internal teks:
Ø Kohesi:
kesatuan makna
Ø Koherensi:
kepaduan kalimat (keterkaitan antarkalimat)
2. Kriteria yang
bersifat eksternal teks:
Ø Intertekstualitas:
setiap teks saling berkaitan secara sinkronis atau diakronis.
Ø Intensionalitas:
cara-cara atau usaha-usaha untuk menyampaikan maksud atau pesan pembicaraan
melalui sikap bicara, intonasi, dan ekspresi wajah. Intensionalitas berkaitan
dengan akseptabilitas (penerimaan
informasi).
Ø Informativitas:
kuantitas dan kualitas informasi.
Ø Situasionalitas:
situasi tuturan.
B.
Ko-teks
Dilihat berdasarkan makna dalam Kamus Linguistik (2011:137),
ko-teks
diartikan sebagai kalimat atau unsur-unsur yang mendahului dan/atau mengikuti
sebuah unsur lain dalam wacana. Koteks adalah teks yang mendampingi teks lain dan mempunyai keterkaitan
dan kesejajaran dengan teks yang didampinginya. Keberadaan teks yang didampingi
itu bisa terletak di depan (mendahului) atau di belakang teks yang mendampingi
(mengiringi).
Sebagai contoh pada kalimat “Selamat Datang” dan “Selamat
Jalan” yang terdapat di pintu masuk suatu kota, daerah, atau perkampungan.
Kedua kalimat di atas memiliki keterkaitan. Kalimat “Selamat Jalan” merupakan ungkapan dari adanya kalimat sebelumnya,
yaitu “Selamat Datang”. Kalimat “Selamat Datang” dapat dimaknai secara
utuh ketika adanya kalimat sesudahnya, yaitu “Selamat Jalan”. Salah satu teks
tersebut berkedudukan sebagai ko-teks (teks penjelas) bagi teks lainnya.
Keberadaan koteks dalam suatu wacana menunjukkan bahwa
struktur suatu teks memiliki hubungan dengan teks lainnya. Hal itulah yang
membuat suatu wacana menjadi utuh dan lengkap. Ko-teks dapat menjadi alat bantu
untuk menganalisis wacana. Dalam wacana yang cukup panjang sering sebuah
kalimat harus dicarikan informasi yang jelas pada bagian kata yang lainnya.
C. Konteks
konteks adalah sebagai situasi atau latar
terjadinya suatu komunikasi. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan,
apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat
tergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu.
v Macam-macam konteks
1. Konteks Situasi
Semua pemakaian bahasa mempunyai konteks. Ciri-ciri ‘tekstual’ memungkinkan wacana menjadi padu bukan
hanya antara unsur-unsurnya dalam wacana itu sendiri tetapi juga dengan konteks situasinya.
Halliday & Hasan (1994) mengatakan
yang dimaksud dengan konteks situasi adalah lingkungan langsung tempat teks itu
benar-benar berfungsi atau dengan kata lain, konteks situasi adalah keseluruhan
lingkungan, baik lingkungan tutur (verbal) maupun lingkungan tempat teks itu
diproduksi (diucapkan atau ditulis)
Ciri-ciri konteks yang relevan dalam konteks situasi, yaitu:
a) Pembicara/Penulis
(Addressor)
Pembiacara atau penulis adalah
seseorang yang memproduksi atau menghasilkan suatu ucapan. Mengetahui si
pembicara pada suatu situasi akan memudahkan untuk menginterpretasi
pembicaraanya.
b) Pendengar/pembaca (Addresse)
Pendengar/pembaca adalah seseorang
yang menjadi mitra tutur/baca dalam suatu komunikasi atau dapat dikatakan
seseorang yang menjadi penerima (recepient) ujaran.
Kepentingan mengetahui si pembicara sama
pentingnya dengan mengetahui si pendengar, terhadap siapa
ujaran tersebut ditujukan akan memerjelas ujaran itu. Berbeda penerima ujaran,
akan berbeda pulalah tafsiran terhadap apa yang didengarnya.
c) Topik pembicaraan
(Topic)
Dengan mengetahui topik pembicaraan,
akan mudah bagi seseorang pendengar/pembaca untuk memahami pembicaraan atau
tulisan
d) Saluran (Channel)
Selain partisipan dan topic pembicaraan, saluran
juga sangat penting di dalam menginterpretasikan makna ujaran. Saluran yang
dimaksud dapat secara lisan atau tulisan.
e) Kode (Code)
Kode yang dimaksud
adalah bahasa, dialek atau gaya bahasa seperti apa yang digunakan di dalam
berkomunikasi. Misalnya, jika saluran yang digunakan bahasa lisan, maka kode
yang dapat dipilih adalah dialek bahasa. Seseorang yang mengungkaplamn isi
hatinya dengan bahasa daerah kepada temannya akan meresa lebih bebas, akrab,
dan lain sebagainya dibandingkan dengan mengguankan Bahasa Indonesia.
f) Bentuk Pesan (Message Form)
Pesan yang disampaikan haruslah
tepat, karena bentuk pesan ini bersifat penting. Menyampaikan tentang ilmu
pasti misalnya, dengan rumus-rumus tertentu, pastilah berbeda dengan
menyampaikan ilmu sejarah atau ilmu bahasa.
g) Peristiwa (Event)
Peristiwa tutur tentu sangat
beragam. Hal ini ditentukan oleh tujuan pembicaraan
itu sendiri. Peristiwa tutur seperti wawancara
atau dipengadilan akan berbeda dengan peristiwa tutur di pasar.
h) Tempat dan waktu (Setting)
Keberadaan tempat, waktu, dan
hubungan antara keduanya dalam suatu peristiwa komunikasi dapat memberikan
makna tertentu. Di mana suatu tuturan itu berlangsung;
di pasar, di kantor, dan lainnya. Demikian juga, kapan suatu tuturan itu berlangsung; pagi hari, siang hari,
suasana santai, resmi, tegang, dan lainnya.
2. Konteks
Pengetahuan
Schiffirin (2007: 549) mengatakan
bahwa teori tindak tutur dan pragmatik memandang konteks dalam istilah
pengetahuan, yaitu apa yang mungkin bisa diketahui antara si pembicara dengan mitra tutur dan bagaimana pengetahuan tersebut membimbing/menunjukkan
penggunaan bahasa dan interpretasi tuturannya.
Konteks terjadinya suatu percakapan
dapat dipilah menjadi empat macam, yaitu:
1) Konteks linguistik,
yaitu kalimat-kalimat di dalam percakapan.
2) Konteks epistemis,
adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh partisipan.
3) Konteks fisik, meliputi
tempat terjadinya percakapan, objek yang disajikan di dalam percakapan dan
tindakan para partisipan.
4) Konteks sosial, yaitu
relasi sosio-kultural yang melengkapi hubungan antarpelaku atau partisipan
dalam percakapan.
Keempat
konteks tersebut memengaruhi kelancaran komunikasi. Oleh karena itu, ciri-ciri
konteks harus diidentifikasikan secara cermat, sehingga isi pesan dalam peristiwa komunikasi
dapat dipahami dengan benar. Pertama, memertimbangkan pentingnya pemahaman
tentang konteks linguistik. Karena dengan itu
kita dapat memahami dasar suatu tuturan dalam komunikasi. Tanpa mengetahui
struktur bahasa dan wujud pemakaian kalimat tertentu, kita tidak dapat
berkomunikasi dengan baik. Namun pengetahuan tentang struktur bahasa dan wujud
pemakaian kalimat saja, kita tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Kemampuan
tersebut harus dilengkapi dengan pengetahuan konteks fisiknya, yaitu dimana
komunikasi itu terjadi dan apa objek yang dibicarakan. Kemudian, ditambah
dengan pengetahuan kontek sosial, yaitu bagaimana hubungan pembicara dengan
pendengar dalam lingkungan sosialnya. Terakhir harus memahami hubungan
epistemiknya, yaitu pemahaman atau pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh
pendengar dan pembicara.
Oleh
karena itu, uraian tentang konteks terjadinya suatu percakapan (wacana)
menunjukkan bahwa konteks memegang peranan penting dalam memerikan bantuan
untuk menafsirkan suatu wacana.
SEMOGA BERMANFAAT
http://laukhilmahfidiyah.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar