STKIP PGRI JOMBANG ( PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 2012 C )

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 27 Maret 2015

TEKS KO-TEKS DAN KONTEKS

Pengertian Teks, Ko-teks, dan Konteks

A.      Teks
Kridalaksana (2011:238) dalam Kamus Linguistiknya menyatakan bahwa teks adalah (1) satuan bahasa terlengkap yang bersifat abstrak, (2) deretan kalimat, kata, dan sebagainya yang membentuk ujaran, (3)  ujaran yang dihasilkan dalam interaksi manusia
Fairclough (1995:4) menyatakan bahwa sebuah teks itu, secara tradisional merupakan bagian dari bahasa tertulis yang secara keseluruhan 'bekerja' seperti puisi atau novel, atau bagian yang relatif diskrit pekerjaan seperti sebuah bab. Kemudian, secara konsepsi yang agak lebih luas dan telah menjadi umum dalam analisis wacana, di mana teks mungkin baik tertulis atau lisan, seperti kata-kata yang digunakan dalam percakapan juga dapat dikatkan sebagai suatu teks.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat diartikan bahwa teks adalah suatu kesatuan bahasa yang memiliki isi dan bentuk, baik lisan maupun tulisan yang disampaikan oleh seorang pengirim kepada penerima untuk menyampaikan pesan tertentu. Teks tidak hanya berbentuk deratan kalimat-kalimat secara tulis, namun juga dapat berupa ujaran-ujaran atau dalam bentuk lisan.
Adapun kriteria teks sebagai berikut:
1.    Kriteria yang bersifat internal teks:
Ø Kohesi: kesatuan makna
Ø Koherensi: kepaduan kalimat (keterkaitan antarkalimat)
2.    Kriteria yang bersifat eksternal teks:
Ø Intertekstualitas: setiap teks saling berkaitan secara sinkronis atau diakronis.
Ø Intensionalitas: cara-cara atau usaha-usaha untuk menyampaikan maksud atau pesan pembicaraan melalui sikap bicara, intonasi, dan ekspresi wajah. Intensionalitas berkaitan dengan akseptabilitas (penerimaan informasi).
Ø Informativitas: kuantitas dan kualitas informasi.
Ø Situasionalitas: situasi tuturan.

B.       Ko-teks
Dilihat berdasarkan makna dalam Kamus Linguistik (2011:137), ko-teks diartikan sebagai kalimat atau unsur-unsur yang mendahului dan/atau mengikuti sebuah unsur lain dalam wacana. Koteks adalah teks yang mendampingi teks lain dan mempunyai keterkaitan dan kesejajaran dengan teks yang didampinginya. Keberadaan teks yang didampingi itu bisa terletak di depan (mendahului) atau di belakang teks yang mendampingi (mengiringi).
Sebagai contoh pada kalimat “Selamat Datang” dan “Selamat Jalan” yang terdapat di pintu masuk suatu kota, daerah, atau perkampungan. Kedua kalimat di atas memiliki keterkaitan. Kalimat “Selamat Jalan” merupakan ungkapan dari adanya kalimat sebelumnya, yaitu “Selamat Datang”. Kalimat “Selamat Datang” dapat dimaknai secara utuh ketika adanya kalimat sesudahnya, yaitu “Selamat Jalan”. Salah satu teks tersebut berkedudukan sebagai ko-teks (teks penjelas) bagi teks lainnya.
Keberadaan koteks dalam suatu wacana menunjukkan bahwa struktur suatu teks memiliki hubungan dengan teks lainnya. Hal itulah yang membuat suatu wacana menjadi utuh dan lengkap. Ko-teks dapat menjadi alat bantu untuk menganalisis wacana. Dalam wacana yang cukup panjang sering sebuah kalimat harus dicarikan informasi yang jelas pada bagian kata yang lainnya.

C.      Konteks
konteks adalah sebagai situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, apakah itu berkaitan dengan arti, maksud, maupun informasinya, sangat tergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa tuturan itu.

v Macam-macam konteks
1.    Konteks Situasi
Semua pemakaian bahasa mempunyai konteks. Ciri-ciri ‘tekstual’ memungkinkan wacana menjadi padu bukan hanya antara unsur-unsurnya dalam wacana itu sendiri tetapi juga dengan konteks situasinya.
Halliday & Hasan (1994) mengatakan yang dimaksud dengan konteks situasi adalah lingkungan langsung tempat teks itu benar-benar berfungsi atau dengan kata lain, konteks situasi adalah keseluruhan lingkungan, baik lingkungan tutur (verbal) maupun lingkungan tempat teks itu diproduksi (diucapkan atau ditulis)
Ciri-ciri konteks yang relevan dalam konteks situasi, yaitu:
a)    Pembicara/Penulis (Addressor)
Pembiacara atau penulis adalah seseorang yang memproduksi atau menghasilkan suatu ucapan. Mengetahui si pembicara pada suatu situasi akan memudahkan untuk menginterpretasi pembicaraanya.
b)   Pendengar/pembaca (Addresse)
Pendengar/pembaca adalah seseorang yang menjadi mitra tutur/baca dalam suatu komunikasi atau dapat dikatakan seseorang yang menjadi penerima (recepient) ujaran.
Kepentingan mengetahui si pembicara sama pentingnya dengan mengetahui si pendengar, terhadap siapa ujaran tersebut ditujukan akan memerjelas ujaran itu. Berbeda penerima ujaran, akan berbeda pulalah tafsiran terhadap apa yang didengarnya.
c)    Topik pembicaraan (Topic)
Dengan mengetahui topik pembicaraan, akan mudah bagi seseorang pendengar/pembaca untuk memahami pembicaraan atau tulisan
d)   Saluran (Channel)
Selain partisipan dan topic pembicaraan, saluran juga sangat penting di dalam menginterpretasikan makna ujaran. Saluran yang dimaksud dapat secara lisan atau tulisan.
e)    Kode (Code)
Kode yang dimaksud adalah bahasa, dialek atau gaya bahasa seperti apa yang digunakan di dalam berkomunikasi. Misalnya, jika saluran yang digunakan bahasa lisan, maka kode yang dapat dipilih adalah dialek bahasa. Seseorang yang mengungkaplamn isi hatinya dengan bahasa daerah kepada temannya akan meresa lebih bebas, akrab, dan lain sebagainya dibandingkan dengan mengguankan Bahasa Indonesia.
f)    Bentuk Pesan (Message Form)
Pesan yang disampaikan haruslah tepat, karena bentuk pesan ini bersifat penting. Menyampaikan tentang ilmu pasti misalnya, dengan rumus-rumus tertentu, pastilah berbeda dengan menyampaikan ilmu sejarah atau ilmu bahasa.

g)   Peristiwa (Event)
Peristiwa tutur tentu sangat beragam. Hal ini ditentukan oleh tujuan pembicaraan itu sendiri. Peristiwa tutur seperti wawancara atau dipengadilan akan berbeda dengan peristiwa tutur di pasar.
h)   Tempat dan waktu (Setting)
Keberadaan tempat, waktu, dan hubungan antara keduanya dalam suatu peristiwa komunikasi dapat memberikan makna tertentu. Di mana suatu tuturan itu berlangsung; di pasar, di kantor, dan lainnya. Demikian juga, kapan suatu tuturan itu berlangsung; pagi hari, siang hari, suasana santai, resmi, tegang, dan lainnya.

2.    Konteks Pengetahuan
Schiffirin (2007: 549) mengatakan bahwa teori tindak tutur dan pragmatik memandang konteks dalam istilah pengetahuan, yaitu apa yang mungkin bisa diketahui antara si pembicara dengan mitra tutur dan bagaimana pengetahuan tersebut membimbing/menunjukkan penggunaan bahasa dan interpretasi tuturannya.
Konteks terjadinya suatu percakapan dapat dipilah menjadi empat macam, yaitu:
1)   Konteks linguistik, yaitu kalimat-kalimat di dalam percakapan.
2)   Konteks epistemis, adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh partisipan.
3)   Konteks fisik, meliputi tempat terjadinya percakapan, objek yang disajikan di dalam percakapan dan tindakan para partisipan.
4)   Konteks sosial, yaitu relasi sosio-kultural yang melengkapi hubungan antarpelaku atau partisipan dalam percakapan.
Keempat konteks tersebut memengaruhi kelancaran komunikasi. Oleh karena itu, ciri-ciri konteks harus diidentifikasikan secara cermat, sehingga isi pesan dalam peristiwa komunikasi dapat dipahami dengan benar. Pertama, memertimbangkan pentingnya pemahaman tentang konteks linguistik. Karena dengan itu kita dapat memahami dasar suatu tuturan dalam komunikasi. Tanpa mengetahui struktur bahasa dan wujud pemakaian kalimat tertentu, kita tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Namun pengetahuan tentang struktur bahasa dan wujud pemakaian kalimat saja, kita tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Kemampuan tersebut harus dilengkapi dengan pengetahuan konteks fisiknya, yaitu dimana komunikasi itu terjadi dan apa objek yang dibicarakan. Kemudian, ditambah dengan pengetahuan kontek sosial, yaitu bagaimana hubungan pembicara dengan pendengar dalam lingkungan sosialnya. Terakhir harus memahami hubungan epistemiknya, yaitu pemahaman atau pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh pendengar dan pembicara.

Oleh karena itu, uraian tentang konteks terjadinya suatu percakapan (wacana) menunjukkan bahwa konteks memegang peranan penting dalam memerikan bantuan untuk menafsirkan suatu wacana.


SEMOGA BERMANFAAT
http://laukhilmahfidiyah.blogspot.com/ 

Rabu, 25 Maret 2015

PRASYARAT WACANA

A.    Persyaratan Terbentuknya Wacana
                Tarigan (2009:19) menyebutkan wacana ialah satuan bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan dan tertulis. Dari pengertian ini sudah diketahui bahwa wacana memiliki syarat dari ungkapan “dengan koherensi dan kohesi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata,” dapat ditemukan syarat, yakni koherensi dan kohesi.
Akan tetapi itu saja tidak cukup untuk memenuhi syarat dari terbentuknya wacana. Oka dan Suparno (1994: 260-270) menyebutkan jika wacana akan terbentuk bila memenuhi tiga syarat pokok, yakni topik, tuturan pengungkap topik, serta kohesi dan koherensi. Sedangkan menurut Widowson (1978:22) wacana mempunyai dua hal penting, yaitu proposisi (sejajar dengan topik) dan tindak tutur (tuturan pengungkap topik).
Berikut ini penjabaran beberapa hal yang menjadi prasyaratan wacana.
1.  Topik.
Sebuah wacana mengungkapkan satu bahasan atau gagasan. Gagasan tersebut akan diurai, membentuk serangkaian penjelasan tetapi tetap merujuk pada satu topik. Sehingga topik yang diangkat atau yang dimaksud memberikan suatu tujuan. Tujuan-tujuan yang teradapat dalam wacana, dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis wacana. Seperti wacana persuasif, tujuannya untuk mempengaruhi pembaca. Atau bisa berupa simbol huruf P pada rambu-rambu lalu lintas, memberikan tujuan menginformasikan pengguna jalan, bahwa tempat bersimbol P, adalah tempat parkir.
2.  Kohesi dan Koherensi
Sebuah wacana biasanya ditata secara serasi dan ada kepaduan antara unsur yang satu dengan yang lain dalam wacana (kohesi), sehingga tercipta pengertian yang baik (koherensi). Unsur kohesi tersebut misalnya dicapai dengan hubungan sebab-akibat, baik antarklausa maupun antarkalimat (Depdikbud, 1988:343-350). Kekohesifan dalam suatu wacana dapat diperoleh dari penggunaan dalam memadukan beberapa aspek  gramatikal (seperti; konjungsi, elipsi, kata ganti, dan lain-lain), aspek semantik, dan aspek kebahasaan lainnya.
3.  Proporsional
Prosorsional yang dimaksud ialah keseimbangan dalam makna yang ingin dijabarkan dalam wacana, atau makna yang terdapat dalam wacana, ialah seimbang. Misalnya apabila sebuah wacana persuasif, wacana yang mempengaruhi pembaca untuk membeli suatu produk, maka dalam wacana tersebut harus terdapat kesinambungan yang tepat antara paragraf yang satu dengan yang lain. apabila paragraf pertama terdapat beberapa tuturan yang mempengaruhi pembaca dengan satu topik, maka paragraf kedua juga harus tetap meruju pada satu topik dan dimungkinkan lebih merujuk pada hal yang khusus. Sehingga antara paragraf yang satu dengan yang lain padu dan tidak membingungkn pembaca.
4.  Tuturan
Tuturan yang dimaksud adalah pengungkapan suatu topik yang ada dalam wacana. Baik tutur tulis atau tutur lisan. tuturan kaitannya menjelaskan suatu topik yang terdapat dalam wacana dengan tetap adanya kohesi dan koherensi yang proporsional di dalamnya.

 SEMOGA BERMANFAAT  
http://laukhilmahfidiyah.blogspot.com/ 

HAKIKAT WACANA




MAKALAH 
WACANA BAHASA INDONESIA
HAKIKAT WACANA
Dosen Pengampu:
Diana Mayasari S.Pd.,M.Pd.
Description: STKIP (FC).JPG
Di susun oleh
KELOMPOK 1
Indra Yuli Setiawati        (126665)
Laukhil Mahfidiyah         (126701)
Vivin Erviana                  (126758)
Kiki Andriani                  (136828)

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA  2012 - C
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
JOMBANG

2015



KATA PENGANTAR

Ucapan puji syukur kehadirat Allah SWT adalah mutlak adanya penyusun haturkan, tidak lain karena limpahan nikmat dariNya sehingga penyusun bisa menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Wacana Bahasa Indonesia. Tugas ini sengaja dibuat untuk memenuhi syarat Mata kuliah Wacana Bahasa Indonesia.
Dalam tugas ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Diana Mayasari, S.Pd.,M.Pd. selaku dosen pengampu Mata kuliah Wacana Bahasa Indonesia.
2.   Temen-temen kelompok kami yang kompak dan semangat dalam mengerjakan tugas serta.
3.   Rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia  yang mengikuti mata kuliah Wacana Bahasa Indonesia.
4.   Semua pihak pendukung yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu,sehingga tugas ini bisa terselesaikan tepat pada waktunya.
      Sebuah kata sempurna tidak pantas penyusun sandang dalam penyusunan tugas ini karena masih banyak celah dan salah yang membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca. Harapan penyusun semoga tugas ini bisa memberikan setitik ilmu dan manfaat bagi para pembaca. Amin.

Jombang,   Maret  2015

Penyusun





DAFTAR  ISI
SAMPUL HALAMAN                                                                                                        i
KATA PENGANTAR                                                                                                         ii
DAFTAR ISI      ……………………………………………………………………….      iii
BAB I  PENDAHULUAN
1.1           Latar Belakang ……………………………………………………………    1
1.2           Batasan Masalah …………………………………………………………..   1
1.3           Rumusan Masalah ………………………………………………………...    2
1.4           Tujuan  Penulisan  …………………………………………………………   2
1.5           Manfaat Penulisan  ………………………………………………………..    2

BAB II PEMBAHASAN
2.1           Hakikat wacana ……………………………………….……...………...…       3         
a.       Pengertian wacana ……………………………………….………..…      3
b.      Ciri-ciri wacana  ………………………………………….………....       4
c.       Fungsi / manfaat  wacana dalam bahasa ………………….……….. .      5
d.      Jenis-jenis wacana ………………………………………….………...     6
e.       Contoh wacana …………………………………………….………. ..     8
BAB III PENUTUP
3.1           Simpulan  ……………………………………………….……………….      10
3.2           Saran   …………………………………………………………………..       10

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN
1.1        Latar Belakang
Di era globalisasi seperti sekarang ini, dimana kita dituntut untuk bisa menjalani keseharian dengan cepat, tepat, dan sosialis, sudah barang tentunya semua itu membutuhkan komunikasi yang juga sekaligus menunjukkan kalau manusia itu merupakan makhluk sosial. Makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain, dan untuk menunjukkan itu, maka komunikasi tentunya menempati tempat yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Dalam berkomunikasi tentunya dibutuhkan banyak aspek untuk bisa menciptakan suatu sistem atau tataran komunikasi yang baik. Agar pesan yang akan disampaikan bisa diterima dengan jelas dan baik oleh lawan bicara kita. Hal tersebut diantaranya adalah  bahasa. Di dalam bahasa ada banyak aspek lagi yang perlu kita pahami agar komunikasi  bisa tersampaikan sesuai dengan yang kita harapkan. Dan media untuk menyampaikan  pesan dalam berbahasa pun itu ada banyak jenisnya, mulai dari puisi, novel, lagu, dan wacana.
Penyampaian pesan ataupun argumen dalam bentuk puisi, novel, dan lagu merupakan cara penyampaian pesan yang dapat dilakukan tanpa menggunakan tata bahasa yang baku, karena semua itu merupakan karya sastra. Namun, berbeda dengan puisi, novel, dan lagu, wacana merupakan media penyampaian pesan atau argumen yang memiliki aturannya tersendiri karena wacana masuk sebagai golongan karya ilmiah yang memiliki aturan baku.
Oleh karena itu, pada makalah ini, kami akan mencoba menjelaskan betapa pentingnya apa  itu wacana dan memahaminya supaya tidak terjadinya kesalah pahaman dalam pengertian wacana.

1.2        Batasan  Masalah
Untuk menghindari adanya kesimpangsiuran dalam makalah ini, maka kami membatasi masalah-masalah yang akan dibahas yaitu:
1.      Tentang hakikat wacana.

1.3        Rumusan Masalah
Dari batasan masalah diatas kelompok kami, dapat merumuskan masalah diantaranya:
1.      Apa pengertian Wacana ?
2.      Apa saja ciri-ciri wacana ?
3.      Apa manfaat wacana ?
4.      Apa saja  jenis-jenis wacana ?

1.4        Tujuan Penulisan
Dalam penyusun makalah ini kelompok kami memiliki beberapa tujuan diantaranya :
1.      Dapat mengetahui pengertian wacana
2.      Dapat mengetahui ciri-ciri wacana
3.      Dapat mengetahui manfaat wacana
4.      Dapat mengetahui jenis-jenis wacana

1.5        Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.      Diharapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang wacana .
2.      Diharapkan dapat bermanfaat sebgai bahan rujukan ataupun perbandingan untuk pembuat makalah selanjutnya.
3.      Menambah wawasan untuk penulis tentang wacana




BAB II
PEMBAHASAN
2.1        Hakikat wacana.
Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut seperti halnya demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari kalimat. Ada juga yang mengartikan sebagai pembicaraan. Kata wacana juga banyak dipakai oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya.

A.  Pengertian wacana
Wacana merupakan wujud komunikasi verbal. Dari segi bentuk bahasa yang dipakai wacana terbagi dua, yakni wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan (ujaran) merupakan wujud komunikasi lisan yang melibatkan pembaca dan penyimak, sedangkan wacana tulis (teks) merupakan wujud komunikasi tulis yang melibatkan penulis dan pembaca. Aktivitas penyapa (pembicara/penulis) bersifat produktif, ekspesif, kreatif, sedangkan akktivitas pesapa (pendengar/pembaca) bersifat reseptif. Aktivitas di dalam diri pesapa bersifat internal sedangkan hubungan penyapa dan pesapa bersifat  interpersonal (Sudaryat, 2009:106).
Wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap dan dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.

Wacana dapat direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel,buku, seri ensiklopedia, dan sebagainya) atau dapat pula disajikan dalam bentuk karangan yang bersifat membujuk (persuasi) contohnya iklan. Tarigan (1993:23) mengatakan istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan dimuka umum, tulisan serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon.
Menurut Stubbs (dalam Tarigan, 1993:25) wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa. Dengan perkataan lain, unit-unit linguistik yang lebih besar daripada kalimat/kalusa seperti pertukaran-pertukaran percakapan atau teks-teks tertulis disebut wacana. Secara singkat apa yang disebut teks bagi wacana adalah kalimat bagi ujaran (utterance). Doeso (dalam Tarigan, 1993:25) berpendapat wacana adalah seperangkat preposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian wacana adalah suatu pernyataan atau rangkaian pernyataan yag dinyatakan secara lisan ataupun tulisan yang memiliki makna dan konteks di dalamnya

B.  Ciri – ciri wacana
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diperoleh ciri atau karakterisitik sebuah wacana. Ciri-ciri wacana adalah sebagai berikut.
1.      Satuan gramatikal
2.      Satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap
3.      Untaian kalimat-kalimat
4.      Memiliki hubungan proposisi
5.      Memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan
6.      Memiliki hubungan koherensi
7.      Memiliki hubungan kohesi
8.      Medium bisa lisan maupun tulis
Syamsuddin (1992:5) menjelaskan ciri dan sifat sebuah wacana sebagai berikut.
1.      Wacana dapat berupa rangkaian kalimat ujar secara lisan dan tulis atau rangkaian tindak tutur
2.      Wacana mengungkap suatu hal (subjek)
3.      Penyajian teratur, sistematis, koheren, lengkap dengan semua situasi pendukungnya
4.      Memiliki satu kesatuan misi dalam rangkaian itu
5.      Dibentuk oleh unsur segmental dan nonsegmental.

C.  Fungsi / manfaat wacana dalam bahasa
Secara umum fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Fungsi bahasa tersebut dikelompokkan kepada 2 kategori utama yaitu fungsi transaksional dan fungsi interaksional. Brown dan Yule (1996: 1) menjelaskan fungsi transaksional bertujuan untuk menyampaikan informasi faktual atau proposisional. Sedangkan fungsi interaksional bertujuan untuk memantapkan dan memelihara hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi.
Wacana dengan unit konversasi memerlukan unsur komunikasi yang berupa sumber (pembicara san penulis) dan penerima (pendengar dan pembaca). Semua unsur komunikasi berhubungan dengan fungsi bahasa (Djajasudarma, 1994:15). Fungsi bahasa meliputi (1) fungsi ekspresif yang menghasilkan jenis wacana berdasarkan pemaparan secara ekspositoris, (2) fungsi fatik (pembuka konversasi) yang menghasilkan dialog pembuka, (3) fungsi estetik, yang menyangkut unsur pesan sebagai unsur komunikasi, dan (4) fungsi direktif yang berhubungan dengan pembaca atau pendengar sebagai penerima isi wacana secara langsung dari sumber.
Selanjutnya Halliday (1970, 1973) dalam Leech (1993:86) membedakan tiga fungsi bahasa atas fungsi idesional, interpersonal, dan tekstual. Pada fungsi idesional bahasa dipakai untuk alat pengungkap sikap penutur dan pengaruhnya pada sikap dan perilaku penutur. Sedangkan pada fungsi tekstual bahasa difungsikan sebagai alat untuk membangun dan menyusun sebuah teks. Lebih lanjut Halliday menjelaskan bahwa interpersonal terdiri atas fungsi ekspresif dan informatif sebagaimana telah dikemukakan Popper.
Pada dasarnya pengenalan terhadap berbagai fungsi bahasa akan sangat membantu dalam penelaahan wacana. Sebaliknya tanpa pengenalan terhadap berbagai fungsi bahasa akan dapat menjadi halangan di dalam menginterpretasikan sebuah wacana. Seorang penganalisis wacana di dalam menganalisis sebuah wacana harus selalu mengaitkan bentuk-bentuk bahasa yang digunakan dengan tujuan dan fungsi di mana dan untuk apa bahasa itu digunakan dalam wacana tersebut.
Analisis wacana pada prinsipnya adalah analisis satuan-satuan bahasa di atas kalimat yang digunakan dalamproses komunikasi. Untuk itu analisis tidak dapat dibatasi pada pembentukan bahasa yang bebas dari tujuan dan fungsinya. Karena itu, wacana berkaitan erat dengan fungsi bahasa.

D.  Jenis – Jenis Wacana
v  Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi empat  yaitu:
1.      Wacana Narasi
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositoris dan narasi imajinatif.Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah kejadian, tokoh, konfik, alur/plot, serta latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.
2.      Wacana Deskripsi
Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan/suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulisnya.Untuk mencapai kesan yang sempurna bagi pembaca, penulis merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan. Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu deskripsi Imajinatif/Impresionis dan deskripsi faktual/ekspositoris.
3.      Wacana Eksposisi
Karangan eksposisi adalah karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu menentukan objek pengamatan, menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi, mengumpulkan data atau bahan, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian urutan topik yang ada dan urutan klimaks dan antiklimaks.
4.      Wacana Argumentasi
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang.Tahapan menulis karangan argumentasi, yaitu menentukan tema atau topik permasalahan, merumuskan tujuan penulisan, mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung, menyusun kerangka karangan, dan mengembangkan kerangka menjadi karangan.Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.

v  Jenis- Jenis Wacana Menurut Para Ahli
Menurut pendapat Leech (1974, dalam Kushartanti dan Lauder, 2008:91) tentang fungsi bahasa, wacana dapat diklasifikasi sebagai berikut.
1.    Wacana ekspresif, apabila wacana itu bersumber pada gagasan penutur atau penulis sebagai sarana ekspresif, seperti wacana pidato.
2.    Wacana fatis, apabila wacana itu bersumber pada saluran untuk memperlancar komunikasi, seperti wacana perkenalan dalam pesta.
3.    Wacana informasional, apabila wacana itu bersumber pada pesan atau informasi, seperti wacana berita dalam media massa.
4.    Wacana estetik, apabila wacana itu bersumber pada pesan dengan tekanan keindahan pesan, seperti wacana puisi dan lagu.
5.    Wacana direktif, apabila wacana itu diarahkan pada tindakan atau reaksi dari mitra tutur atau pembaca, seperti wacana khotbah.

Menurut Djajasudarma (1994:6), jenis wacana dapat dikaji dari segi eksistensinya (realitasnya), media komunikasi, cara pemaparan, dan jenis pemakaian.
a.       Realitas Wacana
Realitas wacana dalam hal ini adalah eksistensi wacana yang berupa verbal dan nonverbal. Rangkaian kebahasaan verbal atau language exist (kehadiran kebahasaan) dengan kelengkapan struktur bahasa, mengacu pada struktur apa adanya; nonverbal atau language likes mengacu pada wacana sebagai rangkaian nonbahasa (rangkaian isyarat atau tanda-tanda yang bermakna)
b.      Media Komunikasi Wacana
Wujud wacana sebagai media komunikasi berupa rangkaian ujaran lisan dan tulis. Sebagai media komunikasi wacana lisan, wujudnya dapat berupa sebuah percakapan atau dialog lengkap dan penggalan percakapan. Wacana dengan media komunikasi tulis dapat berwujud sebuah teks, sebuah alinea, dan sebuah wacana.
c.       Pemaparan Wacana
Pemaparan wacana sama dengan tinjauan isi, cara penyusunan, dan sifatnya. Berdasarkan pemaparan, wacana meliputi naratif, prosedural, hortatori, ekspositori, dan deskriptif.
d.      Jenis Pemakaian Wacana
Jenis pemakaian wacana berwujud monolog, dialog, dan polilog. Wacana monolog merupakan wacana yang tidak melibatkan bentuk tutur percakapan atau pembicaraan antara dua pihak yang berkepentingan. Wacana yang berwujud dialog berupa percakapan atau pembicaraan antara dua pihak. Wacana polilog melibatkan partisipan pembicaraan di dalam konservasi.

E.    Contoh Wacana
Ø  Wacana narasi

Kegiatan disekolahku demikian padatnya. Setiap hari, aku masuk pukul 07.00. Agar tidak terlambat, aku selalu bangun pukul 04.30. Setelah mandi, akupun shalat subuh. Kemudian, aku segera mengenakan seragam sekolah. Tak lupa aku lihat-lihat lagi buku yang harus aku bawa. Yah, sekedar mengecek apakah buku-buku yang aku bawa sudah sesuai dengan jadwal pelajaran hari itu. Selanjutnya, aku makan pagi. Lalu, kira-kira pukul 06.00, aku berangkat ke sekolah. Seperti biasanya, aku ke sekolah naik angkutan umum. Jarak rumah dengan sekolahku tidak jauh, sekitar enam kilometer. Aku memang membiasakan berangkat pagi-pagi. Maklum, angkutan kota sering berhenti lama untuk mencari penumpang. Jika aku berangkat agak siang, wah, bisa terlambat sampai di sekolah.
Di sekolah, aku belajar selama kurang lebih enam jam. Jam pelajaran berakhir pukul 12.45. Itu untuk hari-hari biasa. Hari Rabu, aku pulang pukul 14.30, karena mengikuti kegiatan ekstrakulikuler dulu. Khusus hari Jum’at, aku bisa pulang lebih awal, yaitu pukul 11.00.
Paragraf narasi diatas berisi sebuah fakta. Apbila dicermati, paragraf tersebut berisi urutan peristiwa berikut : bangun pukul 04.30, mandi, shalat subuh, berpakaian, mengecek buku, makan pagi, berangkat sekolah, belajar di sekolah, pulang sekolah. Rangkaian  peristiwa tersebut dialami oleh tokoh aku. Aku mengalami “konflik” dengan dirinya sendiri, yaitu kebiasaannya setiap hari.


Ø  Wacana deskripsi
Bunga Mawar
mahkota bunga berwarna merah tersusun saling bertumpuk membentuk lapisan-lapisan, kelopak bunga berwarna hijau berada tepat di bawah mahkota bunga,  bunga disangga oleh batang yang tegak lurus, menempel dan menjadi satu dengan kelopak bunga, dengan warna hijau kecoklatan. batang bunga sebagai penyangga, di lindungi oleh duri-duri yang jarang pada sisi-sisinya

Ø  Wacana eksposisi

Jatuhnya sebuah pesawat berkapasitas 266 penumpang air bus A300- 600 merupakan peristiwa kedua kalinya bagi American Air lines beberapa detik saat lepas landas dari bandara internasional O’Hare Chicago, tiba-tiba mesin sebelah kiri lepas dari dudukannya. Pilot tidak bisa lagi mengendalikan pesawat akibat keseimbangan dari pesawat mendadak berubah dengan jatuhnya mesin yang berbobot sekitar 5 ton. Pesawat mendarat dan menghujam tempat parkiran kendaraan 31 detik kemudian dan 271 penumpang plus awak tewas ditempat. 
Sumber: Kompas, 15 November 2001 tulisan yang singkat, akurat, dan padat

Ø  Wacana agrumentasi

Berikut sedikit contoh kutipan wacana argumentasi
Menyetop bola menggunakan  dada dan kaki dapat ia lakukan dengan sempurna. Tembakan kaki kanan serta kaki kirinya tepat dan keras. Sundulan yang dihasilkan dari kepalanya sering memperdaya kiper lawan. Bola seolah-olah menurut kehendak dirinya. Larinya sangat cepat bagaikan kijang. Menjadikan lawan sukar mengambil bola diantara kakinya. Operan bolanya akurat dan terarah. Amin benar-benar pemain bola profesional.
Tujuan yang ingin di capai melalui argumentasi tersebut, antara lain :
·         Melontarkan pandangan / pendirian
·         Mendorong atau mencegah
·         Mengubah tingkah laku pembaca
·         Menarik simpat


BAB III
PENUTUP

3.1        Simpulan
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan sehingga membentuk makna yang serasi di antara uraian kalimat-kalimat tersebut. Banyak hal yang di bahas dalam konsep dasar wacan ini, antara lain  hakikat wacana yakni banyak kata yang digunakan, kadang-kadang pemakai bahasa tidak mengetahui secara jelas apa pengertian dari kata yang digunakan tersebut. Kemudian persyaratan terbentuknya wacana yaitu harus satuan gramatikal, satuan terbesar, tertinggi, atau terlengkap, untaian kalimat-kalimat, memiliki hubungan proposisi, memiliki hubungan kontinuitas, berkesinambungan, memiliki hubungan koherensi, memiliki hubungan kohesi, rekaman kebahasaan utuh dari peristiwa komunikasi, bisa transaksional juga interaksional, medium bisa lisan maupun tulis, sesuai dengan konteks. Lalu konteks wacana yaitu ada beberapa konteks dalam wacana antara lain adalah wacana lisan dan wacana tulis. Lalu ada lagi yaitu jenis-jenis dalam wacana antara lain wacana ekspresif, wacana fatis, wacana informasional, wacana estetik, dan wacana direktif. Kemudian membahas juga tentang peristiwa berbahasa dan tidak berbahasa. Serta tentang prinsip-prinsip analisis wacana yaitu dalam studi wacana tidak hanya menelaah bagian-bagian bahasa sebagai unsur kalimat, tetapi juga harus mempertimbangkan unsur kalimat sebagai bagian dari kesatuan yang utuh.

3.2        Saran
Demikian makalah yang dapat penulis sajikan dan semoga dapat dijadikan wacana bagi para pembaca dan penulis.Penulis juga menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini dan penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah selanjutnya.






DAFTAR PUSTAKA

Djajasudarma, Fatimah. 1994. Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: Eresko.



SEMOGA BERMANFAAT 

http://laukhilmahfidiyah.blogspot.com/

JAM ANALOG

 

Blogger news

Blogroll

About